Halaman

Sabtu, 11 Januari 2014

Perjalanan Tuban-Bromo

   Setelah lama kami merencanakan berwisata melihat fajar di ufuk gunung Bromo, akhirnya minggu kemarin, 14 Oktober 2012 kami menyelesaikan misi tersebut.
   Kami berangkat dari Tuban sekitar pukul 16.00, mampir sebentar ke bravo untuk membeli cemilan dan minum, karena kami pikir makan dan minuman di daerah wisata pasti mahal. Kami menuju Surabaya sebagai persinggahan pertama melalui jalur Pantura melalui jalan utara, menyusuri pantai. Kami juga sempat melewati WBL, wisata bahari lamongan, yang mungkin menjadi tujuan wisata kami selanjutnya. Sampai di Surabaya sekitar jam 8 kurang kami bertemu dengan rombongan teman yang sudah berangkat duluan. Di supermall pakuwon tepatnya kami mampir untuk duduk, makan dan menghabiskan waktu menunggu pukul 10 malam.

   Pukul 10 malam kami keluar dari mall super di Surabaya yang besar tersebut dan langsung menuju Bromo. Perjalanan melewati kota Sidoharjo dan ke timur, Pasuruan. Kemudian menuju Bromo dari arah utara.

   Sekitar pukul 1 pagi kami tiba di semacam terminal kecil, di kaki gunung bromo. Begitu mobil kami berhenti segerombolan orang mengerubungi mobil kami ada tukang parkir, ada penjaja topi, sarung tangan untuk penghangat, dan seorang yang kami duga calo. Dengan orang tersebutlah kami ditanya untuk tawar menawar sewa jip. Awalnya harga 1 jip 450rb dengan kapasitas max 6 orang. Tapi setelah menawar akhirnya hanya turun 25rb. Dan setelah pulang kami baru tahu jika bisa lebih murah jika langsung bertemu dengan sopirnya, bukan perantara, sekitar 350-400rb/jip.

   Sambil menunggu waktu keberangkatan pukul 3 pagi, kami ngobrol2, makan cemilan dan tidur sambil kadang masih saja ada orang yang menawarkan topi dan sarung tangan yang masing-masing seharga 15 ribu dan 5 ribu rupiah, cukup murah kan. Kami juga melihat beberapa mobil mulai berdatangan, parkir di sebelah bus-bus yang sudah parkir sejak semalam sebelumnya. Pukul 3 kurang 2 jip yang kami sewa sudah tiba. Kamipun bersiap-siap menuju atas, tempat melihat sunrise. Dengan jip tadi kami akan diantar ke 2 titik di gunung bromo ini. Tujuan pertama adalah melihat sunrise. Pukul 3 lebih kami berangkat, jalanan masih gelap, namun aktivitas sudah banyak, jip-jip lain juga tampak menuju tempat yang sama. D perjalanan sopir kami mengatakan ada 2 titik untuk melihat fajar, karena katanya indahnya sama saja kami ikut saja.

    Perjalanan dengan jip berlangsung sekitar 1 jam, sembari menerawang jalanan gelap saya berbincang dengan sopir jip yang masih kuliah ini. Tiba di lokasi parkir jip, kami masih harus berjalan naik menuju titik yang dimaksud. Turun dari jip lalu berjalan tidak selang lama kami mulai melihat warga lokal yang menawarkan kuda sebagai tumpangan, karena jalanan memang naik dan membuat capek. saya sempat mendengan harga yang ditawarkan hingga 100ribu untuk naik dan turun. Awalnya jalan berkelok penuh pasir, namun kemudian ada tangga. Karena disini gelap jadi kami harus berhati-hati, jangan lupa membawa senter atau penerangan lain. Selain gelap kita juga berjalan dengan banyak orang dan kuda, jangan sampai saling menabrak atau berhenti mendadak di tengah jalan. Kami sempat terpisah menjadi beberapa kelompok. Saya terus berjalan menuju atas berharap masih ada tempat untuk menikmati fajar bromo. kurang lebih 20 menit berjalan akhirnya sampai di titik yang dimaksud, sebuah dataran yang cukup luas di tepi bukit, dengan 2 bangunan beratap datar. Disana sudah penuh orang yang juga mau menikmati fajar, selain itu juga ada beberapa warga yang menjual minuman dan makanan hangat, karena disana memang dingin. 

   Awalnya saya di atap bangunan tadi, karena merasa kurang puas saya mencari jalan agak ke atas lagi menaiki jalan berbatu. Sedikit diatas kamipun menunggu cakrawala yang sudah mulai nampak oranye namun bulan dan venus masih tampak. 


   Perlahan tapi pasti cahaya mentari mulai nampak, dan fajar mengintip dari balik awan tipis di ujung cakrawala. Sekitar pukul 5 pagi, fajar menyingsing di gunung bromo, memberi kehangatan bagi orang-orang yang kedinginan dan butuh hiburan. fajar yang hanya berlangsung 10 menit ini sangat memukau kami, tak kami sia-siakan kesempatan ini untuk mengabadikannya. Cahaya mentari mulai menyinari sekitar, gunung, dataran dan kawah pasih mulai tampak. Semakin takjub kami melihat keindahannya. 


  Sekitar 1 jam kemudian panas mentari mulai menyengat, perlahan-lahan topi dan sarung tangan dan jangan kami lepas satu persatu. Kemudian kami turun menuju parkiran jip yang menunggu untuk menghantar kami ke tujuan kedua, kawah gunung bromo. Dalam perjalanan turun lagi-lagi banyak orang dan banyak kuda berlalu-lalang, debu dari pasir di jalanan mengebul layaknya asap pada perapian. Kami harus memakai masker supaya bisa bernapas dengan enak, tidak tercampur debu pasir plus isi dari kuda.




   Sampai di tempat jip kami langsung naik dan langsung menuju kawah. Perjalanannya hanya sekitar setengah jam. Kali ini jalanan sudah tampak, dan ternyata dari kemarin kami melewati jalan di tepi jurang yang curam setinggi pucuk pohon atau lebih. Kami juga dapat menyaksikan perkebunan sayur milik warga setempat. Alur rapi di kemiringan lahan membuatnya tampah indah. Kebanyan petani sini menanam bawang dan kentang. Dari tepi kawah besar kami mulai melihat lautan pasir yang harus kami lewati. Memasuki kawah besar mobil pribadi tidak boleh masuk, kecuali mau membayar dengan harga mahal. Selain jip warga lokal, banyak juga wisatawan dengan mengendarai motor kesini masuk melalui lautan pasir menuju kawah aktif. Di lautan pasir terdapat tiang-tiang setinggi 1 meter berjajar sebagai penanda jalan. Karena daerah pasir tidak jarang kendaraan yang kesulitan untuk melewatinya.



    Kami berhenti di tepi luar batas Pura, tempat ibadah warga setempat yang kebanyakan adalah hindu. Agak jauh dari Pura tersebut. Turun yang pertama saya lakukan adalah mencari kamar mandi karena panggilan alam. Ada kamar mandi di lautan pasir tersebut. Sudah melaksanakan panggilan alam, kami melanjutkan perjalanan lagi di lautan pasir menuju kaki kawah. Sampai di kaki kawah jalanan masih berpasir dan masih banyak warga yang menawarkan boncengan kudanya. Kami berjalan lagi sekitar 30 menit sampai di kaki tangga kawah bromo, ya ada tangga di kaki bromo. Sejena kami beristirahat mengambil nafas sambil melihat sekeliling. Kami dapat melihat lautan pasir, bukit berwarna hijau kekuningan di sebelah kawah ini, dan pura di kaki kawah. Di tangga pertama terdapat bunga dan semacam sesajen, penanda bahwa warga setempat masih sering mengeramatkan tempat ini.

   Perjalanan mendaki tangga pun dimulai, iseng2 saya menghitung tangga yang ada. Setelah hitungan 210 sampailah saya di tepi kawah, kami bisa melihat asap mengepul di bawah, tepat di lubang kawah yang masih aktif. di pagar pembatas kawah ini pula dapat ditemui sekeranjang kecil berisi bunga-bunga. Bau belerang sangat menyengat hidung, dan terik matahari sangat menusuk. Sedikit menyusuri tepian kawah untuk mengambil foto, kemudian kami segera turun. 

   Dalam perjalanan turun jumlah tangga yang saya hitung berubah, sekitar 230 anak tangga, teman saya yang menghitung juga berbeda tapi yang pasti lebih dari 200 anak tangga. Perjalanan turun juga membuat capek, karena jaraknya cukup jauh. Beberapa teman akhirnya memilih menyewa kuda dengan harga sekitar 20-30rb untuk perjalanan turun hingga ke tempat jip. Saya berjalan sambil menikmati gundukan pasir dan mencoba mencari jalan alternatif yang lebih enak. Sampai di tempat datar saya berjalan agak serong ke kanan menuju Pura.

   Di tepi luar Pura terdapat beberapa pohon dan disitulah kami beristirahat untuk sejenak. Tampaknya pura ini sedang di bangun atau diperbaiki. Beberapa wisatawan lain juga beristirahat diringdangnya pepohonan ini. Sudah puas kami melanjutkan jalan kaki menuju ke parkiran jip. Tiba disana kelompok teman kami yang satunya sudah berangkat pulang lebih dulu. Kamipun segera menyusul. Dalam perjalanan saya lihat banyak hotel dan penginapan disekitar sini, dari yang tampat seperti rumah dengan cat mencolok, hingga yang dibuat arsitek betulan. Saya sempat melihat juga spanduk berisikan "selamat hari raya ............." saya lupa ucapan terakhirnya karena dalam bahasa sansekerta sepertinya. Yang pasti hari raya tersebut sudah 2 hari yang lalu, ucap sopir kami, dan berlangsung tiap bulan oktober. Saya mencoba mencari lagi istilahnya di google tapi kesulitan, tampaknya karena hindu di bromo dengan hindu di tempat lain agak berbeda. Pada hari raya tersebut warga memberikan semacam persembahan di Pura. Tak berasa obrolan dengan sopir kami sudah 1 jam dan sampailah kami di terminal kecil tempat memarkir mobil.

   Sejenak beristirahat dan membersihkan diri dari debu-debu yang menempel di badan kami. Disini untuk kamar mandi anda harus nenyumbang 2000 untuk cuci kaki tangan atau kencing, dan 5000 untuk mandi. Setelah beristirahat dan mengambil napas pukul 9 lebih kami pulang menuju ke Tuban. 


Tuban, 20 Oktober 2012
A. Kristyawan N.

NB: artikel ini merupakan kopi dari blog saya yang lain untuk menyatukan ke 1 blog ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar