Setelah lama kami merencanakan
berwisata melihat fajar di ufuk gunung Bromo, akhirnya minggu kemarin,
14 Oktober 2012 kami menyelesaikan misi tersebut.
Kami berangkat dari Tuban sekitar pukul 16.00, mampir sebentar ke bravo
untuk membeli cemilan dan minum, karena kami pikir makan dan minuman di
daerah wisata pasti mahal. Kami menuju Surabaya sebagai persinggahan
pertama melalui jalur Pantura melalui jalan utara, menyusuri pantai.
Kami juga sempat melewati WBL, wisata bahari lamongan, yang mungkin
menjadi tujuan wisata kami selanjutnya. Sampai di Surabaya sekitar jam 8
kurang kami bertemu dengan rombongan teman yang sudah berangkat duluan.
Di supermall pakuwon tepatnya kami mampir untuk duduk, makan dan
menghabiskan waktu menunggu pukul 10 malam.
Pukul 10 malam kami keluar dari mall super di Surabaya yang besar
tersebut dan langsung menuju Bromo. Perjalanan melewati kota Sidoharjo
dan ke timur, Pasuruan. Kemudian menuju Bromo dari arah utara.
Sekitar pukul 1 pagi kami tiba di semacam terminal kecil, di kaki
gunung bromo. Begitu mobil kami berhenti segerombolan orang mengerubungi
mobil kami ada tukang parkir, ada penjaja topi, sarung tangan untuk
penghangat, dan seorang yang kami duga calo. Dengan orang tersebutlah
kami ditanya untuk tawar menawar sewa jip. Awalnya harga 1 jip 450rb
dengan kapasitas max 6 orang. Tapi setelah menawar akhirnya hanya turun
25rb. Dan setelah pulang kami baru tahu jika bisa lebih murah jika
langsung bertemu dengan sopirnya, bukan perantara, sekitar
350-400rb/jip.
Sambil menunggu waktu keberangkatan pukul 3 pagi, kami ngobrol2, makan
cemilan dan tidur sambil kadang masih saja ada orang yang menawarkan
topi dan sarung tangan yang masing-masing seharga 15 ribu dan 5 ribu
rupiah, cukup murah kan. Kami juga melihat beberapa mobil mulai
berdatangan, parkir di sebelah bus-bus yang sudah parkir sejak semalam
sebelumnya. Pukul 3 kurang 2 jip yang kami sewa sudah tiba. Kamipun
bersiap-siap menuju atas, tempat melihat sunrise. Dengan jip tadi kami
akan diantar ke 2 titik di gunung bromo ini. Tujuan pertama adalah
melihat sunrise. Pukul 3 lebih kami berangkat, jalanan masih gelap,
namun aktivitas sudah banyak, jip-jip lain juga tampak menuju tempat
yang sama. D perjalanan sopir kami mengatakan ada 2 titik untuk melihat
fajar, karena katanya indahnya sama saja kami ikut saja.
Perjalanan dengan jip berlangsung sekitar 1 jam, sembari menerawang
jalanan gelap saya berbincang dengan sopir jip yang masih kuliah ini.
Tiba di lokasi parkir jip, kami masih harus berjalan naik menuju titik
yang dimaksud. Turun dari jip lalu berjalan tidak selang lama kami mulai
melihat warga lokal yang menawarkan kuda sebagai tumpangan, karena
jalanan memang naik dan membuat capek. saya sempat mendengan harga yang
ditawarkan hingga 100ribu untuk naik dan turun. Awalnya jalan berkelok
penuh pasir, namun kemudian ada tangga. Karena disini gelap jadi kami
harus berhati-hati, jangan lupa membawa senter atau penerangan lain.
Selain gelap kita juga berjalan dengan banyak orang dan kuda, jangan
sampai saling menabrak atau berhenti mendadak di tengah jalan. Kami
sempat terpisah menjadi beberapa kelompok. Saya terus berjalan menuju
atas berharap masih ada tempat untuk menikmati fajar bromo. kurang lebih
20 menit berjalan akhirnya sampai di titik yang dimaksud, sebuah
dataran yang cukup luas di tepi bukit, dengan 2 bangunan beratap datar.
Disana sudah penuh orang yang juga mau menikmati fajar, selain itu juga
ada beberapa warga yang menjual minuman dan makanan hangat, karena
disana memang dingin.
Awalnya saya di atap bangunan tadi, karena merasa kurang puas saya
mencari jalan agak ke atas lagi menaiki jalan berbatu. Sedikit diatas
kamipun menunggu cakrawala yang sudah mulai nampak oranye namun bulan
dan venus masih tampak.
Perlahan tapi pasti cahaya mentari mulai nampak, dan fajar mengintip
dari balik awan tipis di ujung cakrawala. Sekitar pukul 5 pagi, fajar
menyingsing di gunung bromo, memberi kehangatan bagi orang-orang yang
kedinginan dan butuh hiburan. fajar yang hanya berlangsung 10 menit ini
sangat memukau kami, tak kami sia-siakan kesempatan ini untuk
mengabadikannya. Cahaya mentari mulai menyinari sekitar, gunung, dataran
dan kawah pasih mulai tampak. Semakin takjub kami melihat
keindahannya.
Sekitar 1 jam kemudian panas mentari mulai menyengat, perlahan-lahan
topi dan sarung tangan dan jangan kami lepas satu persatu. Kemudian kami
turun menuju parkiran jip yang menunggu untuk menghantar kami ke tujuan
kedua, kawah gunung bromo. Dalam perjalanan turun lagi-lagi banyak
orang dan banyak kuda berlalu-lalang, debu dari pasir di jalanan
mengebul layaknya asap pada perapian. Kami harus memakai masker supaya
bisa bernapas dengan enak, tidak tercampur debu pasir plus isi dari
kuda.
Sampai di tempat jip kami langsung naik dan langsung menuju kawah.
Perjalanannya hanya sekitar setengah jam. Kali ini jalanan sudah tampak,
dan ternyata dari kemarin kami melewati jalan di tepi jurang yang curam
setinggi pucuk pohon atau lebih. Kami juga dapat menyaksikan perkebunan
sayur milik warga setempat. Alur rapi di kemiringan lahan membuatnya
tampah indah. Kebanyan petani sini menanam bawang dan kentang. Dari tepi
kawah besar kami mulai melihat lautan pasir yang harus kami lewati.
Memasuki kawah besar mobil pribadi tidak boleh masuk, kecuali mau
membayar dengan harga mahal. Selain jip warga lokal, banyak juga
wisatawan dengan mengendarai motor kesini masuk melalui lautan pasir
menuju kawah aktif. Di lautan pasir terdapat tiang-tiang setinggi 1
meter berjajar sebagai penanda jalan. Karena daerah pasir tidak jarang
kendaraan yang kesulitan untuk melewatinya.
Kami berhenti di tepi luar batas Pura, tempat ibadah warga setempat
yang kebanyakan adalah hindu. Agak jauh dari Pura tersebut. Turun yang
pertama saya lakukan adalah mencari kamar mandi karena panggilan alam.
Ada kamar mandi di lautan pasir tersebut. Sudah melaksanakan panggilan
alam, kami melanjutkan perjalanan lagi di lautan pasir menuju kaki
kawah. Sampai di kaki kawah jalanan masih berpasir dan masih banyak
warga yang menawarkan boncengan kudanya. Kami berjalan lagi sekitar 30
menit sampai di kaki tangga kawah bromo, ya ada tangga di kaki bromo.
Sejena kami beristirahat mengambil nafas sambil melihat sekeliling. Kami
dapat melihat lautan pasir, bukit berwarna hijau kekuningan di sebelah
kawah ini, dan pura di kaki kawah. Di tangga pertama terdapat bunga dan
semacam sesajen, penanda bahwa warga setempat masih sering mengeramatkan
tempat ini.
Perjalanan mendaki tangga pun dimulai, iseng2 saya menghitung tangga
yang ada. Setelah hitungan 210 sampailah saya di tepi kawah, kami bisa
melihat asap mengepul di bawah, tepat di lubang kawah yang masih aktif.
di pagar pembatas kawah ini pula dapat ditemui sekeranjang kecil berisi
bunga-bunga. Bau belerang sangat menyengat hidung, dan terik matahari
sangat menusuk. Sedikit menyusuri tepian kawah untuk mengambil foto,
kemudian kami segera turun.
Dalam perjalanan turun jumlah tangga yang saya hitung berubah, sekitar
230 anak tangga, teman saya yang menghitung juga berbeda tapi yang pasti
lebih dari 200 anak tangga. Perjalanan turun juga membuat capek, karena
jaraknya cukup jauh. Beberapa teman akhirnya memilih menyewa kuda
dengan harga sekitar 20-30rb untuk perjalanan turun hingga ke tempat
jip. Saya berjalan sambil menikmati gundukan pasir dan mencoba mencari
jalan alternatif yang lebih enak. Sampai di tempat datar saya berjalan
agak serong ke kanan menuju Pura.
Di tepi luar Pura terdapat beberapa pohon dan disitulah kami
beristirahat untuk sejenak. Tampaknya pura ini sedang di bangun atau
diperbaiki. Beberapa wisatawan lain juga beristirahat diringdangnya
pepohonan ini. Sudah puas kami melanjutkan jalan kaki menuju ke parkiran
jip. Tiba disana kelompok teman kami yang satunya sudah berangkat
pulang lebih dulu. Kamipun segera menyusul. Dalam perjalanan saya lihat
banyak hotel dan penginapan disekitar sini, dari yang tampat seperti
rumah dengan cat mencolok, hingga yang dibuat arsitek betulan. Saya
sempat melihat juga spanduk berisikan "selamat hari raya ............."
saya lupa ucapan terakhirnya karena dalam bahasa sansekerta sepertinya.
Yang pasti hari raya tersebut sudah 2 hari yang lalu, ucap sopir kami,
dan berlangsung tiap bulan oktober. Saya mencoba mencari lagi istilahnya
di google tapi kesulitan, tampaknya karena hindu di bromo dengan hindu
di tempat lain agak berbeda. Pada hari raya tersebut warga memberikan
semacam persembahan di Pura. Tak berasa obrolan dengan sopir kami sudah 1
jam dan sampailah kami di terminal kecil tempat memarkir mobil.
Sejenak beristirahat dan membersihkan diri dari debu-debu yang menempel
di badan kami. Disini untuk kamar mandi anda harus nenyumbang 2000
untuk cuci kaki tangan atau kencing, dan 5000 untuk mandi. Setelah
beristirahat dan mengambil napas pukul 9 lebih kami pulang menuju ke
Tuban.
Tuban, 20 Oktober 2012
A. Kristyawan N.
NB: artikel ini merupakan kopi dari blog saya yang lain untuk menyatukan ke 1 blog ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar